1. Pengertian Hipertensi
Istilah hipertensi diambil dari bahasa Inggris “Hypertension”. Kata Hypertension itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yakni “hyper” yang berarti super atau luar biasa dan “tension” yang berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi istilah kedokteran yakni penyakit tekanan darah tinggi. Selain itu dikenal juga dengan istilah “High Blood Pressure” yang berarti tekanan darah tinggi. Tekanan darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang dipompa dari jantung untuk melawan tahanan darah. Tekanan darah adalah sejumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh. Jika tekanan darah seseorang meningkat dengan tajam dan kemudian tetap tinggi, orang tersebut dapat dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi. (Bangun, 2006)
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi. (Wade, 2003)
Ada berbagai macam batasan tingginya tekanan darah untuk dapat disebut hipertensi. Menurut WHO 1993 dan JNC VI menetapkan batasan hipertensi adalah tekanan darah menetap 140/90 mmHg diukur pada waktu istirahat. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi jika tekanan darah sistoliknya lebih besar daripada 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Tekanan darah yang ideal adalah jika tekanan sistoliknya 120 mmHg dan diastoliknya 80 mmHg. (Bruner & Suddarth, 2002)
Secara umum seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/90 mmHg). Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh yaitu untuk mengangkat oksigen dan zat gizi. (Astawan, 2005) Penulisan tekanan darah seperti 110/70 mmHg adalah didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung. Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukan fase darah yang sedang di pompa oleh jantung, dan nilai yang lebih rendah (diastolik) menunjukan fase darah kembali ke jantung.
Hipertensi adalah kelainan yang sering ditemukan pada manusia yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah sistemik, tekanan darah yang normal pada manusia diukur pada posisi berbaring dan duduk dimana tekanan darahnya adalah 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik.
Penderita hipertensi yang sangat heterogen membuktikan bahwa penyakit ini bagaikan mozaik, diderita oleh orang banyak yang datang dari berbagai subkelompok, berisiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti neurotransmitter, hormon, dan genetik, maupun yang bersifat eksogen seperti rokok, nutrisi dan stressor. (Kodim, 2005)
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokan menjadi 2 golongan, yaitu :
a) Hipertensi Primer atau hipertensi esensial
Hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya atau idiopatik yang meliputi kurang lebih 90 % dari seluruh kasus hipertensi.
b) Hipertensi Sekunder atau hipertensi renal
Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain yang meliputi kurang lebih 10 % dari seluruh kasus hipertensi.
Sekitar 50 % dari golongan hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya dan hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya, oleh karena itu upaya penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas. (Susalit, 2002)
Sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi padahal sesungguhnya tidak. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang biasa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2. (Yogiantoro, 2006)
Hipertensi selanjutnya dapat memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah) dan left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi. (Bangun, 2006)
2. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. (Yogiantoro, 2006) Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. (Armilawaty, 2007)
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%. (Wade, 2003)
Hasil penelitian Oktora (2007) mengenai gambaran penderita hipertensi yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2005 didapatkan penderita hipertensi meningkat secara nyata pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar 24,07% dan mencapai puncaknya pada kelompok umur ≥ 65 tahun yaitu sebesar 31,48%. Jika dibandingkan antara pria dan wanita didapatkan wanita lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebesar 58,02% dan pria sebesar 41,98%. (Oktora, 2007)
3. Etiologi Hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. (Sharma, 2008) Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi. (Yogiantoro, 2006)
Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berperan dalam perjalanan munculnya penyakit hipertensi. Faktor ini meliputi intake garam yang berlebihan, obesitas, pekerjaan, alkoholisme, stresor psikogenik dan tempat tinggal. Semakin banyak seseorang terpapar faktor-faktor tersebut maka semakin besar kemungkinan seseorang menderita hipertensi, juga seiring bertambahnya umur seseorang. (Fauci et al, 2002)
Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, tidak ada satupun yang ditetapkan sebagai penyebab langsung hipertensi esensial. Berbeda dengan hipertensi sekunder yang saat ini telah banyak ditemukan penyebabnya secara langsung, beberapa di antaranya adalah : sleep-apnea, drug-induced atau drug-related hypertension, penyakit ginjal kronik. Aldosteronisme primer, penyakit renovaskular, terapi steroid jangka lama dan sindrom Cushing. (Elliot dan Simpson, 2000)
4. Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.
1) Klasifikasi menurut The National Committee On The Detection and Treatmet of Hypertension (1988)
The National Committee On The Detection and Treatmet of Hypertension (1988) mengklasifikasikan tekanan darah untuk orang dewasa berumur 18 tahun atau lebih. Tekanan darah yang dimaksud adalah rata-rata dua atau lebih pengukuran dan dilakukan dua kali atau lebih pada waktu yang berbeda.
Tekanan darah diastolik :
< 85 mmHg = tekanan darah normal
85-89 mmHg = tekanan darah ringan
90-105 mmHg = tekanan darah sedang
106-114 mmHg = tekanan darah berat
> 115 mmHg = tekanan darah berbahaya
Tekanan darah sistolik :
< 140 mmHg = tekanan darah normal
140-159 mmHg = Bordeline Isolated Systolic Hypertension
> 160 mmHg = Isolated Systolic Hypertension
2) Klasifikasi Menurut WHO
Menurut WHO (World Health Organization) tekanan darah dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori yaitu :
- Normatensif (tekanan darah normal) yaitu jika tekanan darah sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.
- Bordeline Hypertension (tekanan darah perbatasan) yaitu tekanan darah sistolik 141-149 mmHg dan tekanan darah diastolik 91-94 mmHg.
- Hypertension (tekanan darah tinggi) yakni jika tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan terkanan darah diastolik lebih atau sama dengan 95 mmHg.
3) Klasifikasi menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee on The Prevention, Detection, Evalution of High Blood Pressure (2003). Batasan yang digunakan adalah untuk individu diatas umur 18 tahun, tidak dalam pengobatan antihipertensi dan tidak dalam keadaan sakit mendadak.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk yang berumur 18 tahun atau lebih
KATEGORI
|
SISTOLIK (mmHg)
|
DIASTOLIK (mmHg)
|
Normal
|
< 120
|
< 80
|
Prehipertensi
|
120-139
|
80-89
|
Hipertensi Stadium I
|
140-159
|
90-99
|
Hipertensi Stadium II
|
> 160
|
> 100
|
Sumber : JNC VII 2003
5. Mekanisme Hipertensi
Tekanan darah tinggi merupakan bahaya terselubung karena tidak menampakan gejala yang nyata. Tekanan darah tergantung dari jantung sebagai pompa dan hambatan pembuluh arteri. Selama 24 jam, tekanan darah tidak tetap. Tekanan darah yang paling rendah terjadi jika tubuh dalam keadaan istirahat dan akan naik sewaktu mengadakan latihan atau olahraga. Tubuh seseorang memiliki suatu mekanisme yang dapat mengatur tekanan darah, sehingga dapat menyuplai sel-sel darah dan oksigen yang cukup. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiostenin II dari angiostenin I oleh Angiostensi I-Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan tekanan darah. Hormon renin yang diproduksi oleh ginjal akan diubah menjadi angiostenin I. ACE yang terdapat di dalam paru-paru, angiostenin I diubah menjadi Angiostenin II. Angiostenin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikan tekanan darah melalui dua cara.
Pertama adalah meningkatkan sekresi hormon Antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. ADH yang meningkat, akan menghasilkan sedikit urin untuk diekskresikan kelur tubuh, sehingga menjadi pekat dan osmolalitasnya tinggi. Volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler untuk mengencerkannya, akibatnya volume darah meningkat yang pada akhirnya meningkatkan tekanan darah. Cara kedua adalah dengan menstimulasi sekresi aldosteron dari kortek adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang akan mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara mengabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada giliranya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. (Astawan, 2005)
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun. (Sharma, 2008)
6. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan risiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Penyebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Komplikasi pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Perdarahan yang sering terjadi di otak disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. (Susalit, 2002)
Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali. (Ridjab, 2005)
7. Faktor Risiko Hipertensi
Risiko adalah ukuran statistik dari peluang untuk terjadinya suatu keadaan yang tidak di inginkan dimasa datang. Faktor risiko adalah suatu keadaan atau ciri tertentu pada seseorang atau kelompok yang mempunyai hubungan dengan peluang terjadinya suatu penyakit, cacat, kematian. (Rochjati, 1992)
Faktor-faktor yang dapat dimasukkan sebagai risiko hipertensi menurut Bustan (1997) seperti : umur, ras, keadaan geografik, seks, kegemukan, stress, personlity tipe A, diet, diabeter melitus, komposisi air, alkohol, rokok, kopi serta pil KB.
8. Lima (5) tahap Pencegahan Penyakit Hipertensi (Five Level Prevention)
1. Health Promotion
Promosi kesehatan (Health Promotion) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat pertama. Sasaran dari tahapan ini yaitu pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan. Hal ini juga disebut sebagai pencegahan umum yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab serta derajat risiko serta meningkatkan secara optimal lingkungan yang sehat. (Noor, 2000)
Menurut Noor (2000), promosi kesehatan (health promotion) dalam upaya mencegah terjadinya penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti:
a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan atau menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) sejak dini, guna mencegah terjadinya atau masuknya agen-agen penyakit.
b. Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, seperti pola makan yang seimbang, pengurangan atau eliminasi asupan alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, pengurangan berat badan dan mengatasi stres yang baik.
2. Spesific protection
Pencegahan khusus (spesific protection) merupakan rangkaian dari health promotion. Pencegahan khusus ini terutama ditujukan pada pejamu dan/atau penyebab, untuk meningkatkan daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu (Noor, 2000) dengan berbagai upaya seperti: perbaikan status gizi perorangan maupun masyarakat, seperti: makan dengan teratur (3x sehari), mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan agen penyakit pada saat masuk ke dalam tubuh.
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment
Menurut Noor (2000), diagnosis dini dan pengobatan dini (Early Diagnosis and Prompt Treatment) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat kedua. Sasaran dari tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu penyakit. Adapun tujuan dari pencegahan tingkat ke dua ini yaitu sebagai berikut:
a. Meluasnya penyakit atau terjadinya tidak menular.
b. Menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.
c.Melakukan screening (pencarian penderita hipertensi) melalui penerapan suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai atau menunjukkan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya suatu penyakit hipertensi.
d. Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit hipertensi sehingga penderita tersebut cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya.
4. Disability Limitation
Menurut Noor (2000), pembatasan kecacatan (disability limitation) merupakan tahap pencegahan tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini yaitu untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyebab penyakit.
Pembatasan kecacatan (disability limitation) dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan dan kematian akibat penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan upaya seperti: mencegah proses penyakit lebih lanjut yaitu dengan melakukan pengobatan dan perawatan khusus secara berkesinambungan atau teratur sehingga proses pemulihan dapat berjalan dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hipertensi tidak memberikan atau membuat penderita menjadi cacat pada bagian tubuh tertentu.
5. Rehabilitation
Menurut Noor (2000), rehabilitasi (rehabilitation) merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan kecacatan (Disability Limitation). Rehabilitasi ini bertujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit hipertensi yaitu sebagai berikut:
a. Rehabilitasi fisik jika terdapat gangguan fisik akibat penyakit hipertensi.
b. Rehabilitasi mental dari penderita hipertensi, sehingga penderita tidak merasa minder dengan orang atau masyarakat yang ada di sekitarnya karena pernah menderita penyakit hipertensi.
c. Rehabilitasi sosial bagi penderita hipertensi, sehingga tetap dapat melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama teman atau masyarakat lainnya yang berdayaguna.